Laman

Jumat, 05 Oktober 2012

Hei Woman, Do What You Love To Do!

Aliran konservatif mungkin menganggap kalau wanita yang bekerja di luar rumah itu egois, tidak mementingkan keluarga, ambisius, atau sebagainya. Tapi tidak menurut saya. Kami butuh uang, iya benar. Kami butuh aktualisasi, iya itu benar sekali. Namun, menurut saya, yang lebih penting dari itu semua adalah, melakukan hal yang kita senangi. Di masa umur 20-an mungkin kita bekerja semata uang, nafsu untuk melimpahi diri sendiri dengan barang-barang yang sudah kita impikan. Menikmati gaya hidup yang sebelumnya hanya kita lihat di majalah-majalah gaya hidup.

Saya adalah pemikir yang complicated, tidak memiliki ambisi berlebih. Kenapa saya bilang saya pemikir yang complicated? Hari ini saya bisa berpikir A, tapi bisa jadi dari semua hal-hal yang saya dengar dan saya alami, penilaian saya berubah menjadi B.

Malam kemarin, dalam perjalanan pulang saya dari kantor, tiba-tiba terpikir tentang wanita bekerja. Ini berawal dari pengalaman interview hari senin sebelumnya. Salahnya saya, 2x saya interview tanpa persiapan apa pun. Entah karena kesibukan di kantor, atau memang ketengilan yang ga jelas. Yang pasti di interview sebelumnya saya gagal untuk menjadi copywriter di salah satu majalah kebanggan teman saya.

Ketika diwawancara ole pihak kantor, dia menyuruh saya menceritakan diri saya dan hal yang menurut saya menarik. Dan seketika itu saya sadar, tidak ada yang menarik dari diri saya. Atau mungkin saya kebingungan, entahlah. Nah pertanyaan yang lain adalah, si bapak itu menanyakan cita-cita saya. Saya terdiam bingung, bukan bingung sama pertanyaannya, tetapi bingung jawaban yang harus jawab. Si bapak itu menambahkan “cita-cita kamu. Yang kalau tidak kesampean kamu akan nangis.” Begitu katanya. Saya tidak akan menagis jika tidak menjadi jurnalis handal, saya juga tidak akan menagis jika saya tidak bisa keliling dunia. Lalu, dengan polos saya menjawab “jadi ibu”. Dan senyum pun terukir di wajah si bapak itu. Saya nilai sih senyum kaget, meledek, dan terharu mungkin. “mulia sekali cita-citanya. Susah loh ya jadi ibu.” Begitu katanya. Saya pun hanya tersenyum, merasa lagi ikut kontes kecantikan dengan jawaban seperti itu.

Sekeluarnya dari gedung, saya hanya ketawa sendiri mengingat jawaban polos saya. Hanya saya pikir ini mungkin efek si baby alena yang lagi ada di rumah, my sister’s daughter. Hari-hari saya sedang dipenuhi olehnya. Bisa jadi ini salah satu faktor kenapa saya bisa jawab itu. Dan ketika saya pikir kembali, apa hal di dunia ini yang saya tangisi ketika tidak mendapatkannya, ya menurut saya, yang pantas ditangisi adalah tidak mendapatkan anak. Saya merasa tidak menjadi jurnalis handal bukan sesuatu yang harus saya tangisi. Keliling dunia? Masih banyak hal yang pantas saya tangisi daripada hanya sekedar tidak bisa keliling dunia.

Saya orang yang setengah setengah. Saya punya sisi konservatif, saya juga punya sisi modern. Mungkin lebih banyak Konservatif ya atau modern saya tidak tahu. Saya sadar, perempuan sudah seharusnya menjadi pendidik di dalam keluarganya. Jadi ketika itu dikalahkan dengan ambisi untuk mencapai karier yang tinggi, saya tidak mendukung. Tetapi ketika pekerjaan yang dijalankan adalah suatu hal yang bisa berjalan seiring keluarga, saya mendukung.

Mencari nafkah adalah kewajiban laki-laki. Saya setuju sama pak dosen mata kuliah perempuan dan pembangunan saya. Tapi dengan begitu bukan berarti perempuan harus diam di rumah menunggu dan mengadah tangan pada suami. Tidak begitu. Bagi saya, seorang ibu hanya bekerja pekerjaan yang ia senangi. Tujuannya bukan semata uang. Tetapi kesenangan dan aktualisasi diri yang ia dapatkan. Ketika penghasilan itu nyatanya bisa membantu penghasilan suami, itu bonus. Tapi ketika pekerjaan itu semata mencari nafkah, uang. dan mengabaikan kewajiban utamanya sebagai ibu, saya tidak setuju.

Ini bukan pembuktian bahwa perempuan juga bisa bekerja seperti pria, menurut saya tidak. Saya tidak berpikir tentang pembuktian kemandirian wanita, karena saya yakin sebenarnya wanita lebih mandiri daripada pria. Tetapi lebih dari itu, ini adalah untuk kecerdasan para wanita. Jadi jika nanti saya sudah menjadi ibu dan pekerjaan saya menyita waktu saya dan sudah menyita kenyamanan saya dan keluarga saya, saya tahu apa yang harus saya lakukan. That’s why so hard to be a woman :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar