Laman

Jumat, 22 Maret 2013

The End of a Part in My Life

Jika orang tidak bisa menerima dirimu apa adanya, jangan berubah atau merendahkan standardmu. It’s their lost not yours. –UPI-

Tidak akan ada yang bisa menilai, ini sebuah akhir yang menyedihkan atau membahagiakan…  Ending yang sempurna itu berbeda bagi setiap orang. Mungkin ini ending yang sempurna untuk dia. untuk mengakhiri ini semua. After one day full, together, lovely trip, lovely time, sweet words, and gotcha! “I throw you”.

Jujur, awalnya ini begitu menyakitkan. Bukan karena saya pikir saya yang ditinggalkan atau meninggalkan, entahlah dengan itu. Tapi lebih dari itu, yang menyakitkan buat saya adalah melihat orang yang kamu cintai tersakiti oleh keadaan dan seakan menyerah karena sudah tidak tahu apa yang harus dilakukan.

Hanya dia yang saya pikirkan.  Saya pikir, ini begitu menyakitkan buat dia. Ketika seseorang beranjak dewasa, namun pilihannya tidak dapat dipercaya, saya pikir ini begitu menyakitkan buat dia. Dia pun sempat menyebutkan “kecewa dan sakit hati.” Itulah, yang… jujur, buat saya menangis. Karena saya pikir, apa yang paling menyakitkan dari sebuah ketidakpercayaan dari seseorang yang kita pikir paling percaya dengan kita. Saya mencoba mengerti dengan segala kesakitan yang ia rasakan. Dan sejak saat itu, saya putuskan untuk menerima ini semua. Apa pun keputusannya.

Dan awalnya saya pikir ini akhir yang manis walau menyakitkan. Tapi saya seperti terbangun di tengah realita sebuah mimpi. Come on!!! Kita ga lagi di negeri Oz kan?! Dengan James Franco yang menawan itu. Yaaa kita di dunia realita.

Dua hari saya pikir cukup menangisi dan menyadari bahwa ini adalah akhir dari sebuah kisah yang tidak pernah diyakinkan. Kisah ini bergulir dengan alas sebuah keraguan. Lalu kenapa bisa selama ini?! Saya pun tidak bisa menjawab. Mungkin kami terlalu naïf atau bodoh. Kami naïf menunggu waktu bisa menjawab. Dan kami bodoh untuk bisa berkompromi dengan keegoisan kami.

In the end, every reason is just an excuse. Intinya dari ini semua adalah, dia tidak mengenal saya cukup baik selama ini. Waktu yang kami jalani habis untuk membahas strategi apa yang bisa kami jalankan. Nyatanya, di akhir sebuah perjalanan, yang ada adalah sebuah ketidakyakinan. Bahwa saya adalah orang yang ia butuhkan sampai akhir hidupnya nanti. Pada akhir kisah ini yang ada hanyalah sebuah excuse. Alasan untuk sebuah perasaan yang memang tidak pernah yakin.

Saya akan menerima ini. Saya akan menerima segala keputusannya. Karena saya yakin, tidak ada yang bisa dipaksakan. Apalagi sebuah keyakinan dari seorang pria dewasa. Saya mungkin bisa menulis segala kesinisan saya disini. Tapi alih-alih menulis segala yang berkesan tidak terima, saya pun enggan menulis sebuah kalimat tentang sebuah keikhlasan. Karena menurut saya sebuah keikhlasan hanya Yang Kuasa yang bisa menilai.

Apa iya, ketika kita menuliskan sederet kalimat keikhlasan, kita akan dinilai “si baik”. Jujur, saya tidak peduli akan dinilai menjadi pihak mana. Pihak baik atau pihak buruk. Toh tidak ada ukuran yang jelas untuk menilai si baik dan si buruk. Itu menurut saya.

Tidak ada yang salah. Semua benar di part hidup ini. Saya tidak salah. Dia pun tidak salah. Dan saya akan selalu meyakini bahwa ini adalah keputusan terbaik yang pernah dia ambil. Setelah kesinisan diatas saya tulis, saya berpikir. Jujur saja, saya butuh waktu cukup lama menulis semua ini. Disamping memang sedang sibuk, saya juga menulis ini dengan ratusan kali berpikir.

Tidak perlu ada yang diragukan lagi. Semua bisa berjalan seperti apa yang diinginkan. Saya akan menjalani sisa perjalanan ini. Dan saya yakin dia akan lebih baik menjalani sisa perjalanannya tanpa saya. Ya mungkin kata perpisahan yang klasik namun memang harus dituliskan adalah, saya begitu ingin mengucapkan terimakasih yang sangat untuknya, yang telah memberikan pelajaran hidup yang sangat berarti buat saya. tentang penghargaan terhadap diri sendiri. Saya tidak tahu apa yang ia rasakan sekarang. Jika ia tidak merasa kehilangan pun, ya… tidak apa buat saya. Mungkin ini semua sudah ia persiapkan.

Dan akhirnya, show must goes on. Jalani kembali hidup ini. Kembali menyusun rencana-rencana hidup, mengacak segala prioritas, merancang langkah-langkah selanjutnya. Saya tahu tidak ada yang perlu ditakuti. Toh, hal yang kemarin saya takuti untuk terjadi, benar terjadi. Dan hari ini, ketika saya menulis ini, saya masih bisa menyunggingkan senyum lepas saya. Saya masih mampu untuk menggerakkan langkah saya. Memikirkan mimpi-mimpi yang terlupakan. Jadi kenapa harus meragukan perjalanan selanjutnya. Kalau pesan salah satu teman, coba nikmati segala yang datang, masalah, kesenangan.

If there’s people didn’t like you, just let go… only you in your life step,