Laman

Selasa, 19 Februari 2013

Jika Saya Dia



Apa yang kamu pikirkan di pagi ini dalam perjalanan aktivitasmu? Mikirin gadget impian yang belum kebeli? Atau follow up kerjaan yang bikin sakit kepala karena bakalan makan waktu kita seminggu ke depan? Entah mengapa, pagi ini saya memikirkan kematian…

Mudah-mudahan ini karena tetangga sebelah yang memang baru aja meninggal kemarin, trus tendanya masih berdiri tegak di depan rumah. Tapi pikiran ini awalnya tentang ‘jika ayah saya meninggal’. Saya belum siap kehilangan dia. Yang membuat saya lebih ga siap, tiba-tiba saya kepikiran apakah bekal dia di akhirat sudah cukup? Karena kepikiran soal bekal itu, saya memikirkan bekal diri saya sendiri.

Saya bukan orang baik. Saya orang yang kalau ngomong bisa nyakitin orang. Saya orang yang ga mau cari masalah sama orang, karena itu jadi cenderung ga peduli. Saya orang yang mau enaknya sendiri. Saya sering melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang agama, sebut saja bantah orang tua. 

Di perjalanan tadi saya jadi memikirkan tentang gelapnya kuburan nanti. Sendirian. Penyesalan karena ga banyak-banyak bawa bekal ketika di dunia. Terus tiba-tiba pikiran ini jadi melayang ke sebuah realita, yang lagi-lagi, cukup mengganggu. Saya sebagai anak, ga ada sama sekali niat untuk mengecewakan orang tua. Terlintas pun ngga. Jadi pagi ini saya membayangkan jika saya memerankan seseorang yang saya kenal dekat di hidup saya. Bagaimana dia tidak ingin mengecewakan orang tuanya.

Jika saya dia, saya sadar part hidup kali ini aneh. We just want get the whole world in our hand. Kita mau semua berjalan baik. Seperti kawan-kawan yang sudah memeluk dunianya masing-masing. Kenapa buat kita itu sulit. Kenapa yang kita yakini tidak bisa diyakini sama mereka, orang tua kita. Apa bedanya sama memilih jurusan kuliah. Jurusan kuliah menentukan nafkah kita dimana kan?! Menentukan langkah hidup kita selanjutnya.

Ketika sejenak mencoba menjadi dirinya…. Saya mungkin tidak punya kekuatan yang dia miliki sekarang. Dia hebat!! Tidak seharusnya dia mengorbankan siapa pun di part hidupnya kali ini. Dia tahu siapa yang dia pilih nantinya. Memang ini bukan soal memilih. Tapi mungkin ini soal siapa yang mengikhlaskan siapa di ending ceritanya. Mungkin aku mungkin dia. 

Sebenarnya sih ga pengen ya nulis ‘will see’ atau ‘kita lihat saja waktunya’. It’s our life, our decision, kenapa jadi minta tolong sama waktu untuk nentuin keberuntungan hidup?!

Masa ini sudah masuk masa menata hidup. Menata impian yang lebih realistis. Well.. saya tumbuh dengan baca chicklit, bukan sinetron Cinta Fitri yang sampai sekian seasons itu. Menyeimbangkan hidup untuk dapat berbenah dan berbekal. Kita yakin. Mereka tidak. Kita yang menjalani, Tuhan menentukan, tapi kita lupa, mereka yang mengucap doa setiap malam untuk kita. 

Lalu?!