Apa
yang kamu pikirkan di pagi ini dalam perjalanan aktivitasmu? Mikirin gadget
impian yang belum kebeli? Atau follow up kerjaan yang bikin sakit kepala karena
bakalan makan waktu kita seminggu ke depan? Entah mengapa, pagi ini saya
memikirkan kematian…
Mudah-mudahan
ini karena tetangga sebelah yang memang baru aja meninggal kemarin, trus
tendanya masih berdiri tegak di depan rumah. Tapi pikiran ini awalnya tentang ‘jika
ayah saya meninggal’. Saya belum siap kehilangan dia. Yang membuat saya lebih
ga siap, tiba-tiba saya kepikiran apakah bekal dia di akhirat sudah cukup?
Karena kepikiran soal bekal itu, saya memikirkan bekal diri saya sendiri.
Saya
bukan orang baik. Saya orang yang kalau ngomong bisa nyakitin orang. Saya orang
yang ga mau cari masalah sama orang, karena itu jadi cenderung ga peduli. Saya
orang yang mau enaknya sendiri. Saya sering melakukan perbuatan-perbuatan yang
dilarang agama, sebut saja bantah orang tua.
Di
perjalanan tadi saya jadi memikirkan tentang gelapnya kuburan nanti. Sendirian.
Penyesalan karena ga banyak-banyak bawa bekal ketika di dunia. Terus tiba-tiba
pikiran ini jadi melayang ke sebuah realita, yang lagi-lagi, cukup mengganggu.
Saya sebagai anak, ga ada sama sekali niat untuk mengecewakan orang tua. Terlintas
pun ngga. Jadi pagi ini saya membayangkan jika saya memerankan seseorang yang
saya kenal dekat di hidup saya. Bagaimana dia tidak ingin mengecewakan orang
tuanya.
Jika
saya dia, saya sadar part hidup kali ini aneh. We just want get the whole world
in our hand. Kita mau semua berjalan baik. Seperti kawan-kawan yang sudah
memeluk dunianya masing-masing. Kenapa buat kita itu sulit. Kenapa yang kita yakini
tidak bisa diyakini sama mereka, orang tua kita. Apa bedanya sama memilih jurusan
kuliah. Jurusan kuliah menentukan nafkah kita dimana kan?! Menentukan langkah
hidup kita selanjutnya.
Ketika
sejenak mencoba menjadi dirinya…. Saya mungkin tidak punya kekuatan yang dia
miliki sekarang. Dia hebat!! Tidak seharusnya dia mengorbankan siapa pun di
part hidupnya kali ini. Dia tahu siapa yang dia pilih nantinya. Memang ini
bukan soal memilih. Tapi mungkin ini soal siapa yang mengikhlaskan siapa di
ending ceritanya. Mungkin aku mungkin dia.
Sebenarnya
sih ga pengen ya nulis ‘will see’ atau ‘kita lihat saja waktunya’. It’s our
life, our decision, kenapa jadi minta tolong sama waktu untuk nentuin
keberuntungan hidup?!
Masa
ini sudah masuk masa menata hidup. Menata impian yang lebih realistis. Well.. saya tumbuh dengan baca chicklit, bukan sinetron Cinta Fitri yang sampai sekian seasons itu. Menyeimbangkan
hidup untuk dapat berbenah dan berbekal. Kita yakin. Mereka tidak. Kita yang
menjalani, Tuhan menentukan, tapi kita lupa, mereka yang mengucap doa setiap
malam untuk kita.
Lalu?!